Broken school ??? Ehmm istilah apaan tuh ???
Entah dari mana awal kemunculanya, dan dari siapa yang menciptakan istilah broken school, yang jelas, remaja sekarang terlebih anak SMP dan anak SMA telah banyak menggunakan istilah yang baru terasa hingar-bingarnya ini sebagai istilah sehari hari, yang terjadi di lingkungan sekolahnya. Mereka menyebut, kurangnya alat penunjang pendidikan di sekolah, guru yang suka terlambat datang, bahkan jarang masuk, sehingga mereka terlantar tak karuan, atau kekurangan kekurangan dari sekolah lainya yang sekiranya membuat mereka agak malas untuk belajar dan tidak anteng didalam kelas, sebagai indikator adanya masalah broken school yang terjadi di sekolahnya.
Terlepas dari benar tidaknya penggunakan kata broken school dalam kaidah kaidah bahasa yang baik dan benar, istilah ini sendiri banyak mengacu pada istilah sejenis, broken home atau broken heart. Dimana keduanya mengandung makna yang berafiliasi sama, yaitu suatu keadaan kacau, kehancuran, atau perpecahan, baik keadaan kacau yang terjadi dalam lingkungan keluarga maupun kekacauan yang bersifat privat.
Ok yang pasti, dengan keadaan seperti saat ini, remaja sekarang bisa saja memunculkan pemikiran seperti itu, dimana, keadaan psikis mereka saat itu, sangat mendukung untuk selalu berpikiran kritis dan merekapun secara tidak langsung dibekali kepekaan terhadap hal-hal baru yang dianggapnya janggal terhadap lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolahnya, keadaan seperti ini bukan karena watak mereka yang konservativ, tapi keadaan ini sangat wajar dan sejalan dengan proses menuju kedewasaan. Jadi kalau ada remaja yang sok mengkritik-kritik, ahh masa bodo. Biarkan saja mereka melakukan yang seperti itu, enggak rugi juga kan ???.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang menjadi alat sosialisasi, sangat dituntut kesempurnaan dari berbagai aspek. hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya menjadikan peserta didik (siswa) menjadi korban kegagalan penyelenggara sekolah dalam mengatur dan memanage faktor-faktor pendidikan, baik yang bersifat harus ada, maupun yang hanya bersifat penunjang.
Meskipun peran seorang peserta didik juga cukup besar dalam terciptanya iklim tidak baik di lingkungan sekolah, namun mereka tidak untuk di salahkan. Di sinilah pembuktian sejauh mana kapasitas dan integritas seorang guru dalam mendedikasikan hidupnya untuk bangsa. Oleh karena itu, sekolah harus menjadi tempat terbaik, bukan saja dalam hal transfer mentranser ilmu pengetahuan, namun juga dalam hal mengarahkan kepribadian seorang anak kepeda hal-hal yang bersifat positive.
Akar dari masalah broken school sendiri adalah kegagalan penyelenggara sekolah (baik tenaga pandidik maupun peserta didik) dalam memanage alat alat pendidikan, baik itu berupa benda-benda yang di adakan dalam rangka mencapai tujuan sekolah (materiil) maupun alat-alat pendidikan yang berupa suatu tindakan, perbuatan situasi dsb.
Guru yang suka telat, bahkan jarang masuk, guru yang tidak berkompeten dalam bidang yang ditanganinya, atau guru yang yang secara nyata mengalami kesulitan dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, tentu akan sangat beresiko menjadikan peserta didik mengalami ketidakpuasan terhadap lembaga sekolah, pun, sejak kecil mereka selalu di doktrin bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi tetap saja, ada ketidak adilan yang mereka rasakan, begitu hak-hak mereka sebagai peserta didik dicampakkan.
Ada baiknya penyelenggara sekolah (terutama manager, kepala sekolah) dalam mengelola lembaga pendidikan yang bapak tangani, untuk memerhatiakn hal hal berikut:
- berpikirlah bagaimana caranya memberikan kepuasan terhadap peserta didik yang menjadi tanggungan bapak/ibu guru. Bapak/ibu tidak perlu memikirkan ini itu, ini itu, kekurangan yang ada di sekolah.
- buatlah seakan peserta didik bapak/ibu guru sebagai seorang anak yang di perlukan (orang penting) oleh sekolah, oleh lingkungan, maupun oleh keluarganya.
- jangan pernah memaksakan kehendak dan ego bapak/ibu, tanyakan apa keinginan mereka, dan selaraskan keinginan anda dengan keinginan mereka.
- pelajari gaya belajar peserta didik, apakah seorang dengan gaya belajar audio, visual ataupun kinestetika. Kemudian terapkan solusi dalam menghadapi siswa yang kesulitan dalam memahami pelajaran tertentu, misalnya kepada siswa yang kesulitan dalam memahami pelajaran yang berkenaan dengan angka-angka (diskalkula).
- tidak usah merasa sebagai guru yang profesional, hanya karena diangkat sebagai seorang PNS atau menerima predikat sebagai guru bersertifikasi. Introspeksi apakah bapak/ibu guru telah sukses menjadikan peserta didik sebagai seseorang yang memang mereka sendiri dan keluarganya inginkan ???.
demikianlah hal–hal yang menjadi sebab adanya masalah broken school. Kearifan seorang guru sangat diharapkan, agar tunas-tunas muda tak menjadi korban atas kesalahan pengelolaan sistem pendidikan. wallahu a‘lam
Comments
Post a Comment